Liputan6.com, Jakarta - Raya, bocah berusia 3 tahun asal Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia setelah mengalami kecacingan kronis. Kondisi tragis ini terjadi setelah tubuh dan otaknya dipenuhi cacing, usai dirinya sempat mengeluh sesak napas.
Kabar duka ini mendapat perhatian langsung dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Lewat unggahan video di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71 pada Selasa, 19 Agustus 2025, KDM menyampaikan rasa prihatin sekaligus permintaan maaf.
"Saya menyampaikan keprihatinan dan rasa kecewa yang sangat dalam, serta permohonan maaf atas meninggalnya balita berusia 3 tahun yang dalam tubuhnya dipenuhi cacing," kata Dedi.
Dedi, mengungkapkan, berdasarkan keterangan dokter yang merawat, Raya memang mengalami kecacingan parah. Kondisi itu diperparah dengan lingkungan tempat tinggalnya yang jauh dari layak.
"Ibunya mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ), sementara ayahnya sakit TBC. Sehari-hari Raya lebih sering dirawat neneknya. Anak ini juga terbiasa bermain di kolong rumah bersama ayam dan kotoran. Sangat mungkin tangannya sering tidak dicuci lalu mulutnya kemasukan cacing," kata Dedi.
Seorang pria di India, mengaku matanya gatal dan perih. Setelah diperiksa, ternyata matanya dihinggapi cacing parasit sepanjang 15 cm.
Apa Itu Penyakit Kecacingan?
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan bahwa menurut WHO, penyakit kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis parasit.
"Di antaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang seperti Necator americanus serta Ancylostoma duodenale. Selain itu, ada juga Strongyloides stercoralis dan jenis lainnya," kata Prof. Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.
Dia, menambahkan, penularan biasanya terjadi melalui telur cacing yang terdapat pada tinja, lalu mencemari tanah di daerah dengan sanitasi buruk.
"Telur cacing ini bisa masuk ke tubuh anak-anak yang bermain di tanah terkontaminasi, kemudian memasukkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan. Penularan juga bisa lewat air yang tercemar," ujarnya.
Menurut Prof. Tjandra, anak yang terinfeksi cacing umumnya memiliki masalah gizi dan kondisi fisik yang lemah. "Itulah sebabnya kecacingan sering menyerang kelompok rentan," katanya.
Lebih lanjut, Prof. Tjandra menyebut WHO telah menetapkan empat pendekatan utama dalam penanganan kecacingan:
- Konsumsi obat cacing secara berkala.
- Penyuluhan kesehatan untuk masyarakat.
- Perbaikan sanitasi lingkungan.
- Pemberian obat yang aman dan efektif bila penyakit sudah terjadi.
Langkah Penanganan untuk Keluarga Raya
Mendengar kisah memilukan ini, Gubernur Dedi memastikan pihaknya langsung mengambil langkah cepat. "Kami sudah mengirim tim untuk mengevakuasi seluruh keluarga agar mendapat perawatan, karena keluarganya juga menderita penyakit TBC," ujarnya.
Dedi menegaskan pentingnya perhatian aparat pemerintah terhadap kondisi warganya. "Jangan hanya ribut setelah peristiwa terjadi. Aparat harus rajin memantau lingkungan setiap hari agar hal seperti ini tidak terulang," tambahnya.
Akan Ada Sanksi untuk Aparat Desa
Tak berhenti di situ, Dedi juga menyoroti lemahnya fungsi pelayanan dasar di Desa Cianaga. Menurutnya, PKK, posyandu, dan bidan desa tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Perhatian utama akan saya arahkan kepada ketua PKK, kepala desa, dan bidan desa. Sangat mungkin akan ada sanksi bagi perangkat desa yang lalai," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, menyebut, pemerintah desa sudah berupaya memberikan perhatian pada Raya. Dia mengatakan bocah tersebut memang sehari-hari banyak menghabiskan waktu sendirian.
"Anak itu sering main di kolong rumah karena rumahnya panggung. Untuk berjalan juga agak lambat, pernah demam, dan sempat diperiksa ke klinik. Saat itu berat badannya naik berkat makanan tambahan yang rutin diberikan," ujar Wardi.
Dia, menambahkan, rumah keluarga Raya yang sempat rusak juga sudah dibangun kembali dengan bantuan warga dan dana desa. Namun, kondisi keluarga yang serba terbatas membuat penanganan tidak optimal.
"Ironisnya, lantai rumah panggung malah dijadikan kayu bakar karena ibunya mengalami gangguan jiwa. Saat kondisinya memburuk, keluarga tidak langsung membawa Raya ke rumah sakit. Mungkin mereka tidak menyangka keadaannya separah itu," kata Wardi.
Wardi mengaku baru mengetahui kondisi kritis Raya setelah kabar ini viral. Dia pun segera berkoordinasi dengan Rumah Teduh untuk mengurus proses pemakaman bocah malang tersebut.