Liputan6.com, Jakarta Spons cuci piring selalu identik dengan kebersihan karena fungsinya menghilangkan minyak, lemak, dan sisa makanan yang menempel di piring maupun alat masak, namun di balik tampilannya yang penuh busa ternyata ada fakta mencengangkan bahwa benda kecil ini justru dapat menyimpan koloni mikroba berbahaya. Dikutip dari jurnal berjudul Microbiome Analysis and Confocal Microscopy of Used Kitchen Spongesiset karya Egert, M., et al (2017), laporan kesehatan rumah tangga dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa spons dapur adalah salah satu benda dengan beban mikroba tertinggi karena sifatnya yang berpori, sering terpapar nutrien dari sisa makanan, dan jarang benar-benar dikeringkan sempurna.
Fenomena ini membuat para ahli higienitas rumah tangga memberi perhatian khusus, sebab perilaku sederhana seperti menyimpan spons dalam keadaan masih berbusa atau merendamnya dalam wadah berisi larutan sabun sisa ternyata bukanlah langkah bijak. Sebaliknya, kondisi ini memperburuk kelembapan dan menjadikan spons sebagai sarang kuman yang mampu menyebarkan penyakit melalui kontaminasi silang antaralat makan maupun permukaan dapur. Potensi penularan ini diperkuat ketika spons digunakan untuk berbagai peralatan berbeda, mulai dari panci bekas daging mentah hingga gelas, karena bakteri bisa berpindah dengan sangat cepat.
Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana proses kontaminasi terjadi pada spons, mengapa sisa sabun bisa memperparah kondisi tersebut, apa saja dampak kesehatannya, metode disinfeksi yang terbukti secara ilmiah, hingga tanda-tanda kapan spons harus diganti. Berikut selengkapnya:
1. Dimana Kontaminasi Dimulai: Pori Spons Menjebak Sisa Makanan
Spons dapur memiliki struktur berpori yang sengaja dirancang agar mudah menghasilkan busa dan membersihkan noda membandel, namun desain ini pula yang membuat partikel makanan kecil tertinggal di sela-selanya sehingga menciptakan habitat sempurna bagi bakteri. Ketika spons digunakan untuk mencuci piring atau alat masak, lemak, protein, dan karbohidrat dari sisa makanan masuk ke pori-pori dan sulit dibilas sempurna dengan air mengalir. Hasilnya, mikroorganisme memiliki sumber nutrisi yang konsisten untuk bertahan hidup bahkan setelah proses pencucian selesai.
Lingkungan dapur yang hangat mempercepat perkembangan mikroba, sementara tekstur spons yang fleksibel memberi ruang bagi bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu lapisan pelindung yang membuat mereka semakin sulit dibasmi. Dalam hitungan jam, jumlah mikroba bisa meningkat drastis sehingga spons yang terlihat bersih ternyata sudah menyimpan koloni kuman dalam jumlah besar. Hal ini diperburuk ketika spons digunakan berulang kali tanpa pengeringan yang memadai, karena kelembapan tinggi merupakan faktor vital bagi pertumbuhan bakteri.
Dengan kondisi tersebut, spons bukan lagi sekadar alat pembersih, melainkan sumber kontaminasi silang yang bisa memindahkan mikroba berbahaya ke berbagai permukaan dapur dan peralatan makan. Bakteri seperti Escherichia coli, Salmonella, hingga Staphylococcus aureus dapat hidup dan berkembang di dalam spons, sehingga risiko keracunan makanan atau infeksi saluran pencernaan meningkat secara signifikan tanpa disadari oleh penghuni rumah.
2. Mengapa Sisa Sabun Memperparah: Busa Bukan Sterilizer, Melainkan Penahan Lembap
Banyak orang beranggapan bahwa menyisakan busa sabun di spons akan membuat spons tetap steril, padahal yang terjadi justru sebaliknya karena busa sabun yang tertinggal bercampur dengan partikel minyak dan makanan yang belum sepenuhnya hilang. Campuran ini kemudian menempel pada pori-pori dan mempertahankan kelembapan spons lebih lama, yang menjadi kondisi ideal untuk bakteri bertahan hidup. Dengan kata lain, residu sabun bukanlah pembunuh kuman, melainkan penghambat pengeringan yang memperburuk masalah kebersihan.
Praktik umum lainnya adalah merendam spons dalam wadah berisi cairan sabun yang sudah dipakai, dengan harapan larutan tersebut mampu membunuh kuman secara terus-menerus. Faktanya, larutan sabun yang telah bercampur dengan sisa minyak justru berubah menjadi media nutrisi tambahan bagi mikroorganisme sehingga spons yang direndam malah menjadi lebih kotor. Kebiasaan seperti ini tidak hanya gagal melindungi dapur dari kontaminasi, tetapi juga mempercepat pertumbuhan koloni bakteri di dalam spons.
Masalah utamanya bukan pada sabun sebagai bahan pembersih, melainkan pada kesalahan cara penyimpanan spons setelah digunakan. Spons yang disimpan dalam keadaan berbusa akan sulit kering, sehingga siklus kelembapan tinggi terus berulang. Akibatnya, spons tidak pernah benar-benar bersih, meskipun terlihat penuh busa, dan justru menjadi ancaman tersembunyi yang dapat memindahkan bakteri ke alat makan berikutnya yang dicuci.
3. Dampak Kesehatan: Dari Kontaminasi Silang hingga Gangguan Pencernaan
Spons yang sudah terkontaminasi bakteri dalam jumlah besar dapat menimbulkan bahaya serius karena menjadi perantara kontaminasi silang antarperalatan dapur. Ketika spons yang sama digunakan untuk membersihkan panci, talenan, dan piring, ...