
KONDISI geopolitik dan geoekonomi diprediksi turut mempengaruhi dinamika sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Sekretaris SKK Migas Luky Yusgiantoro mencontohkan dampak dari tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Walaupun kebijakan tersebut belum terasa sekarang, katanya, secara realistis sektor hulu migas juga akan terdampak.
"Peralatan-peralatan di hulu migas itu berasal dari berbagai negara, dari Italia, Cina, dari Amerika. Dan part-partnya juga dari berbagai macam negara. Bisa saja part misalkan turbin berasal dari suatu negara diekspor ke Amerika, dari Amerika diekspor kembali ke Cina atau negara-negara lain," paparnya dalam Forum Migas Tempo (FMT) 2025 di Jakarta, Rabu (20/8).
"Sampai saat ini kami belum melihat dampak terhadap biaya atau waktu untuk membangun sebuah proyek. Tetapi kita realistis saja itu (tarif Trump) potensi berdampak terhadap kegiatan hulu migas di Indonesia," jelasnya.
Direktur Perencanaan Strategis, Portofolio dan Komersial Pertamina Hulu Energi (PHE) Edy Karyanto mengamini bahwa gejolak geopolitik seringkali mempengaruhi supply and demand energi.
"Supply and demand itu yang nantinya mempengaruhi harga minyak valuasi. Itu bagi kami sangat signifikan di dalam intensi pengembangan lapangan dalam negeri," kata Edy dalam kesempatan yang sama.
"Manakala negara-negara yang pengekspor atau producer oil itu terkendala di dalam suplainya, sementara demand juga masih tetap, tentu ini dalam tanda kutip ada sedikit ketidaksengajaan dapat windfall dan sebagainya," imbuhnya.
Untuk itu PHE semakin agresif untuk bisa mengembangkan bahwa remaining reserve yang masih belum terlaksana. Edy pun memastikan saat ini semua produk gas PHE diserap oleh pasar.
"Saat ini tidak ada produk kami yang tidak termonetisasi. Karena setiap pengembangan gas bagi kami harus terpasang, dan semua yang sudah kita produksi itu sudah punya pasar dan lapangan kita makin tua makin decline. Jadi kami tetap komit untuk supply, majority kan piping dan semua saat ini ke domestik," pungkasnya. (H-3)