MENTERI Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengungkapkan temuan mengenai lembaga kesejahteraan sosial (LKS) di Indonesia. Mensos mengatakan ada lebih dari 2 ribu lembaga fiktif yang hanya bermodal papan nama tanpa aktivitas nyata.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Banyak LKS tidak terakreditasi, bahkan lebih dari 2.000 lembaga fiktif hanya bermodal papan nama,” kata Gus Ipul usai rapat bersama Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar di kantor Kemenko PM, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.
Ia menambahkan, lebih dari 85 persen anak yang tinggal di panti asuhan ternyata bukan yatim piatu, melainkan masih memiliki salah satu orang tua. Kondisi ini, kata Gus Ipul, menunjukkan lemahnya sistem akreditasi yang selama ini hanya sebatas formalitas administrasi. “Kalau akreditasi tidak memberi insentif atau sanksi, orang enggan memperbaiki layanan. Ini yang akan kita ubah,” ujarnya.
Pemerintah tengah merevisi peraturan menteri sosial agar akreditasi benar-benar menjadi instrumen penjamin kualitas pengasuhan. LKS yang melanggar akan diberi sanksi tegas, sementara yang memenuhi standar akan mendapatkan penghargaan.
Gus Ipul mengatakan biaya pengasuhan anak di panti yang 5–10 kali lebih besar dari pengasuhan berbasis keluarga menjadi alasan kuat mengapa regulasi ini harus diarahkan pada peningkatan kualitas, bukan sekadar legalitas.
Selain reformasi akreditasi, pemerintah juga menyiapkan langkah digitalisasi penyaluran bantuan sosial (bansos). Melalui aplikasi berbasis Payment ID Bank Indonesia yang tengah diuji coba di Banyuwangi, bansos diklaim akan disalurkan secara lebih transparan dan hanya bisa digunakan untuk kebutuhan dasar.
“Akreditasi panti, digitalisasi bansos, dan program sekolah rakyat adalah bagian dari strategi besar menuju nol persen kemiskinan ekstrem pada 2026. Semua butuh regulasi yang kuat, pengawasan konsisten, serta partisipasi masyarakat,” kata Gus Ipul.