
ANGGARAN pendidikan dalam RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp757,8 triliun, tetapi di dalamnya terdapat alokasi untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai Rp335 triliun, hampir setengah dari anggaran pendidikan. Hal itu telah menimbulkan kritik dari berbagai pihak.
Pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku, Ina Liem, mengatakan bahwa MBG telah menyebabkan masalah lain sementara masalah pendidikan masih belum terselesaikan.
“Menurut saya, MBG seharusnya dijalankan secara bertahap, berbasis data, dan fokus pada daerah yang paling membutuhkan lebih dulu. Seharusnya ada pemetaan kebutuhan per daerah terlebih dahulu,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (20/8).
Lebih lanjut, dia mencontohkan bahwa pemetaan program MBG dapat dilakukan dengan wilayah yang memiliki tingkat stunting tinggi, gizi buruk, atau angka putus sekolah karena faktor ekonomi.
“Tentu prioritasnya berbeda dengan daerah perkotaan yang persoalan utamanya ada di kualitas guru dan fasilitas. Baru kemudian dievaluasi dan diperluas. Kalau tidak, kita berisiko membuat program ini sekadar proyek anggaran besar tanpa menyelesaikan masalah pendidikan yang paling mendesak,” tegas Ina Liem.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyoroti terkait dengan anggaran untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang tidak mendapatkan alokasi yang proporsional.
Pasalnya dari anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun tersebut, pagu indikatif anggaran Kemendikdasmen untuk 2026 hanya sebesar Rp33,65 triliun. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan anggaran pendidikan 2025 yang mencapai RP724,3 triliun, di mana Kemendikdasmen hanya mendapat anggaran Rp33,5 triliun.
"P2G menyesalkan anggaran pendidikan 20 persen sebagai mandatory spending justru lebih besar dialokasikan pada kementerian lain yang tidak mengelola pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Padahal persoalan utama pendidikan Indonesia, masih berkutat pada pendidikan dasar dan menengah termasuk jenjang PAUD," ujar Satriwan.
Satriwan menilai bahwa pagu anggaran Kemendikdasmen ini menunjukkan bahwa pemerintah Prabowo-Gibran belum fokus terhadap pembenahan pendidikan dasar dan menengah termasuk PAUD.
Refocusing Anggaran Pendidikan
Oleh karena itu, dia berharap Pemerintah melakukan refocusing anggaran pendidikan dari kementerian-kementerian di luar kementerian pendidikan. Ada sekitar 23 kementerian lembaga yang juga mengambil alokasi 20% anggaran pendidikan. Seperti penyelenggaraan pendidikan ikatan dinas dan sekolah di bawah kementerian seperti Kemenkeu, Kemdagri, Kementan, Kemenhan, dan lainnya.
"Anggaran sekolah ikatan dinas yg dikelola kementerian non kementerian pendidikan lebih dari Rp100 triliun, mestinya itu kemudian direalokasi ke kementerian yang mengurusi pendidikan saja agar lebih berkeadilan, proporsional, dan tepat sasaran sesuai perintah konstitusi," jelas Satriwan.
Dalam kesempatan ini, P2G juga mendorong pemerintah segera merealisasikan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendidikan dasar gratis. Sehingga sekolah dan madrasah swasta tetap dapat menyelenggarakan pendidikan yang dibiayai oleh negara dan anak-anak Indonesia yang tak tertampung di sekolah negeri tetap mendapat hak pendidikannya, sebagaimana perintah MK.
P2G berharap pemerintah pusat jangan hanya berpihak pada anak di Sekolah Rakyat dan SMA Unggul Garuda saja dan mengabaikan dan tidak memprioritaskan hak pendidikan anak di sekolah negeri dan swasta lainnya, termasuk para guru.
Sementara itu, ketika dimintai tanggapan oleh Media Indonesia mengenai alokasi anggaran ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, tidak memberikan tanggapan dan hanya mengirimkan emotikon dua tangan. (H-3)