REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Universitas Sebelas Maret (UNS) Anto Prabowo menilai proyek Giant Sea Wall (GSW) perlu mendapat dukungan dari solusi pembiayaan campuran (blended finance). Proyek itu diestimasi membutuhkan dana sebesar 40-42 miliar dolar AS untuk pembangunan di Jakarta. Angka sebesar ini, kata dia, tak bisa sepenuhnya mengandalkan APBN yang juga menanggung program prioritas lainnya.
“Solusinya adalah pembiayaan campuran (blended finance), memadukan dana publik, swasta, dan investor global melalui instrumen keuangan inovatif,” kata Anto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (6/9/2025).
Menurutnya, GSW akan menjadi model adaptasi iklim global yang memadukan perlindungan aset fisik, transformasi sosial-ekonomi, pelestarian ekologi, dan inovasi pembiayaan jika berhasil. Potensi nilai ekonominya diperkirakan mencapai 20-25 miliar dolar AS nilai properti baru di kawasan reklamasi dalam 20 tahun, pusat bisnis, dan industri baru yang menarik investasi asing langsung (FDI).
Proyek ini juga diproyeksikan dapat menyerap ratusan ribu tenaga kerja di sektor konstruksi, jasa, dan pariwisata. Selain itu, efisiensi ekonomi dari pengurangan kerugian banjir sebesar 600 juta dolar AS per tahun.
“GSW bukan hanya mencegah kerugian, tetapi menciptakan nilai ekonomi baru. Inilah logika asset value protection dan asset value creation yang harus berjalan beriringan,” tambahnya.
Dia menambahkan proyek multidimensi ini bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif. Inovasi keuangan seperti Green Sukuk, Asset Value Protection, dan ABS menjadikan proyek ini bankable sekaligus inklusif.
Safeguards sosial-ekologis juga perlu diperhatikan untuk memastikan pembangunan berkeadilan.
“Jika ketiga hal ini dijaga, GSW akan menjadi tonggak sejarah Indonesia dalam menjawab triple challenge kebijakan iklim, yaitu efektivitas, efisiensi, dan keadilan,” tuturnya.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membuka peluang kerja sama dengan China untuk proyek infrastruktur Giant Sea Wall Pantura. Hal itu disampaikan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, merespons pertemuan bilateral Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Xi Jinping di Beijing, Rabu (3/9).
"Saya ingin dengar juga apa yang yang menjadi pembicaraan Pak Presiden Prabowo di China dengan Presiden Xi Jinping, termasuk apakah ada kaitan langsung berkait dengan sejumlah proyek infrastruktur," kata AHY saat tiba di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, untuk menghadiri rapat bersama Presiden.
Ia mengatakan bahwa pemerintah tengah mengawal sejumlah proyek strategis nasional berskala besar, termasuk pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan perluasan trayek kereta cepat. Ia menilai proyek tersebut membutuhkan dukungan investasi asing agar bisa terealisasi optimal.
"Karena sekali lagi, kami membutuhkan investasi untuk membantu membiayai pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur yang berskala besar," katanya.
Menurut AHY, pemerintah telah membentuk badan otorita khusus untuk menangani proyek perlindungan kawasan Pantura Jawa tersebut. Kolaborasi dengan mitra internasional, termasuk China, dinilai dapat mempercepat perencanaan, pendanaan, hingga eksekusi lapangan.
“Yang paling penting adalah nanti bisa dieksekusi dengan baik,” katanya.
sumber : Antara