WAKIL Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR Sturman Panjaitan menyatakan berhati-hati dalam menyusun Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset. Politikus PDI Perjuangan ini menyebut materi yang pernah disiapkan sebelumnya memiliki kekurangan.
Lalu, parlemen juga perlu memastikan produk legislasi ini tidak tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya. “Undang-undang itu harus searah, sejalan supaya tidak berlawanan,” ucap dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 2 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Ia berharap RUU Perampasan Aset itu nantinya tidak salah sasaran. Maka dari itu, dia menegaskan DPR perlu berhati-hati. “Jangan sampai orang-orang yang nggak perlu dirampas asetnya, itu dirampas,” kata dia.
Sturman menegaskan parlemen bekerja semaksimal mungkin untuk membahas RUU Perampasan Aset. Saat ini Baleg masih menunggu naskah akademik dari Badan Keahlian DPR. Ia mengharapkan RUU Perampasan Aset bisa ditetapkan menjadi usul inisiatif DPR tahun ini. “Kami menyusun dulu rancangan undang-undangnya, kemudian kami usulkan kepada pimpinan untuk diparipurnakan menjadi usulan DPR RI,” ujar dia.
Setelah itu, Badan Musyawarah DPR menentukan alat kelengkapan dewan yang akan membahasnya.
Pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU dinilai penting sebagai upaya memiskinkan pelaku tindak pidana, termasuk korupsi. Namun, rancangan ini sudah mengendap belasan tahun.
RUU Perampasan Aset digagas pertama kali oleh Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008. Pembahasannya diambil alih pemerintahan presiden yang menjabat kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Desember 2011, draf RUU diserahkan kepada SBY dan naskah akademiknya mulai diharmonisasi.
Baru pada 2015, di masa Presiden Jokowi RUU ini masuk Program Legislasi Nasional. Namun sampai tahun 2020, tak ada pembahasan RUU itu di DPR. Pada Januari 2021, PPATK kembali mempersiapkan draf RUU. Pemerintah sempat meminta RUU masuk Prolegnas, namun ditolak DPR.
Majalah Tempo 9 Oktober 2021 berjudul “Barang Panas Perampas Aset” melaporkan, Menteri Hukum saat itu, Yasonna Laoly, sempat menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR pada 15 September 2021. Namun fraksi-fraksi berkeberatan karena penyerahan itu dinilai terlalu mendadak dan tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pimpinan partai politik.
Anggota DPR dari PDIP, Utut Adianto, waktu itu mengatakan, persetujuan ketua umum partai diperlukan karena aturan itu termasuk ‘barang panas’ yang bisa disalahgunakan untuk menghantam lawan politik.
Jika disahkan, RUU Perampasan Aset bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk menyita aset yang diduga berasal dari kegiatan ilegal tanpa menunggu hasil sidang pengadilan berkekuatan hukum tetap. Pemilik harta wajib membuktikan asetnya diperoleh secara legal.
Walhasil usulan Yasonna agar RUU itu masuk Prolegnas prioritas pada 2021 ditolak DPR. Sejak saat itu, RUU ini tak terdengar kabarnya, sampai disebut-sebut dalam kampanye Prabowo Subianto saat maju Pilpres 2024.
Kemudian pada peringatan Hari Buruh Internasional, Prabowo menyatakan dukungannya perihal perumusan RUU Perampasan Aset. Menurut dia, RUU itu bentuk upaya untuk menindak koruptor dan menyelamatkan kekayaan negara.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah korupsi enggak mau kembalikan aset,” kata Prabowo dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025, di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis, 1 Mei 2025.