ALIANSI Perempuan Indonesia berencana menggelar aksi demontrasi depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR pada Rabu, 3 September 2025. Anggota aliansi yang diperkirakan mengikuti unjuk rasa itu sebanyak 300 orang.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Aliansi Perempuan itu mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan aparat bertindak represif terhadap massa demonstrasi. "Kami berfokus menuntut Prabowo menghentikan kekerasan negara dengan segera menarik mundur TNI dan Polri," kata perwakikan Perempuan Mahardhika sebagai anggota aliansi, Mutiara Ika, lewat pesan tertulis pada Selasa, 2 September 2025.
Aliansi perempuan juga mendesak agar aparat menghentikan patroli ke kampus dan rumah warga. Sejak demonstrasi di DPR meletus pada 25 Agustus lalu, Polda Metro Jaya menggelar patroli besar-besaran. Aksi itu juga diikuti oleh kepolisian di daerah lainnya. Pada Senin, 1 September 2025, polisi menembakkan gas air mata ke Universitas Pasundan dan Universitas Islam Bandung .
Ika mengatakan, aliansi sangat mengecam tindakan tersebut. Ia lantas mengirimkan poster demonstrasi yang berlatar belakang warna hitam dengan ornamen merah muda. Dalam poster itu, tertulis bahwa aksi protes perempuan melawan kekerasan negara dijadwalkan mulai pada pukul 10.00 WIB.
"Prabowo hentikan kekerasan negara sekarang juga," demikian bunyi seruan yang disorot dalam poster. Aliansi juga mendesak pemerintah menyetop pemborosan uang rakyat untuk kepentingan pribadi para pejabat. Selanjutnya, aliansi meminta Prabowo tak melabeli unjuk rasa sebagai aksi makar dan terorisme.
Mereka juga ingin pemerintah memberikan perlindungan pada korban termasuk para demonstran yang ditangkap polisi selama unjuk rasa. "Prabowo juga harus menjawab akar persoalan dari frustasi rakyat hari ini yaitu kemiskinan dan ketiadaan lapangan kerja," kata Ika.
Sebelumnya, aliansi perempuan itu merencanakan aksi pada tanggal 1 September 2025. Namun, mereka menundanya karena mempertimbangkan alasan keamanan yang dinilai tidak konfusif. Mereka telah menyampaikan sikap secara terbuka di tanggal yang sama.
Gelombang demonstrasi terjadi berbagai wilayah. Mulanya, demonstrasi dilakukan pada Senin, 25 Agustus 2025 di depan gedung DPR. Aksi itu memprotes besaran tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pada Kamis, 28 Agustus 2025, serikat buruh juga menggelar unjuk rasa. Mereka membawa enam tuntutan, antara lain penghapusan outsourcing, penolakan upah murah, stop PHK, percepatan pembahasan RUU Ketenagakerjaan, RUU Perampasan Aset, dan meminta DPR merevisi UU Pemilihan Umum atau Pemilu.
Aksi tersebut berlangsung damai dan para buruh bubar sekitar pukul 12 siang. Namun, setelah itu gelombang massa dari mahasiswa dan massa berseragam sekolah berdatangan ke sekitar gedung DPR. Mereka menuntut pembubaran DPR serta pencabutan tunjangan anggota dewan yang berlebihan yakni mencapai Rp 100 juta saban bulan.
Demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR berlangsung ricuh. Puncaknya, ketika kendaraan taktis Brigade Mobil atau Brimob melindas Affan Kurniawan, 21 tahun, seorang pengemudi online di kawasan Rumah Susun Bendungan HIlir II, Jakarta Pusat.
Kematian Affan menyulut kemarahan publik. Para pengemudi ojek online seketika ramai-ramai mengepung Mako Brimob Polda Metro Jaya, di Kwitang, Jakarta Pusat. Aksi berlangsung sampai keesokan harinya dan meluas hingga ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Bandung, Makassar, Surabaya dan lain sebagainya.
Eskalasi mulai terjadi pada Jumat malam, 29 Agustus 2025. Bentrok antara massa dan aparat di berbagai tempat demontrasi terus memanas.
Teranyar, 1 September 2025, massa dari elemen mahasiswa berunjuk rasa di depan gerbang utama DPR. Massa aksi itu berasal dari organ mahasiswa seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), hingga Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Tak hanya dari kalangan mahasiswa, demonstrasi itu dihadiri pula oleh sejumlah figur publik seperti Andovi Da Lopez, Jovial Da Lopez, Ge Pamungkas, hingga Ferry Irwandi. Demonstrasi hari itu berlangsung tertib.